INOKULASI VIRUS TANAMAN

INOKULASI VIRUS TANAMAN

logo unsoed 2

 

 

 Oleh:

NamaChayyu Latifah

NIM:  B1J011036

Kelompok  :  4

Rombonga:  II

Asisten :  Eka Sindy Pradanti

 

 

 

LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

 

 

 

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI

PURWOKERTO

2014


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Virus tumbuhan pertama kali ditemukan pada tahun 1576, sebagai patogen yang menimbulkan gejala perubahan warna pada bunga tulip yang semula berwarna polos menjadi bergejala strip (bercak bergaris). Mekanisme penularan virus tersebut belum dapat dijelaskan secara ilmiah oleh pakar biologi hingga tahun 1886. Meyer melakukan percobaan untuk mempelajari etiologi penyakit tanaman yang disebabkan oleh virus pada tanaman tembakau bergejala mosaik (tobacco mosaic virus/TMV). Meyer belum sampai menyimpulkan bahwa penyakit itu disebabkan oleh virus. Patogen mosaik tembakau dapat melewati saringan yang tidak dapat dilalui oleh bakteri. Martinus Beijerinck pada tahun 1898 juga mengulangi percobaan Meyer dan melaporkan bahwa patogen mosaik tembakau bukanlah bakteri tetapi merupakan contagium vivum fluidum yaitu sejenis cairan hidup pembawa penyakit (Akin, 2006).

Virus tumbuhan tidak mengandung suatu enzim, toksin atau zat lain yang pada patogen lain dapat terlibat dalam patogenisitas dan menyebabkan berbagai macam gejala pada tanaman inangnya. Asam nukleat virus (RNA) merupakan satu-satunya penentu penyakit, tetapi adanya RNA atau virion di dalam tanaman meskipun dalam jumlah banyak tidaklah cukup sebagai alasan penyebab gejala penyakit.Hal ini disebabkan karena beberapa tumbuhan yang mengandung konsentrasi virus lebih tinggi menunjukkan gejala yang kurang berat dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yang kandungan virusnya lebih sedikit, atau kadang-kadang mereka itu hanya sebagai tanaman pembawa virus yang tidak menunjukkan gejala (Suseno, 1990).

Virus tumbuhan sangat bermacam-macam, namun ada beberapa karakteristik atau sifat virus yang dapat digunakan untuk mengelompokkan virus tumbuhan. Pengelompokan virus tumbuhan didasarkan pada susunan genom virus, homologi runutan nukleotida, hubungan serologi, hubungan dengan vektor, kisaran inang, patogenisitas, gejala penyakit, serta penyebaran geografi. Berdasarkan hubungan dengan vektornya misalnya pada virus yang secara alami menyerang kedelai yaitu soybean stunt virus (SSV), Indonesian soybean swarf virus (I-SDV), soybean mosaic virus (SMV), Cowpea mild mottle virus (CPMMV) dan hanya CPMMV yang dapat ditularkan oleh Bemisia tabacci. Berdasarkan susunan genom virus, virus dengan genom DNA misalnya Cauliflower mosaic virus (Akin, 2006).

Virus tumbuhan dalam beberapa hal berbeda dengan virus yang menyerang hewan atau bakteri. Perbedaan tersebut, salah satunya adalah mekanisme penetrasi virus ke dalam sel inang. Virus tumbuhan hanya dapat masuk ke dalam sel tumbuhan melalui luka yang terjadi secara mekanis atau yang disebabkan oleh serangga vektor. Hal ini disebabkan karena virus tumbuhan tidak mempunyai alat penetrasi untuk menembus dinding sel tumbuhan. Virus yang menyerang hewan dan bakteri dapat melakukan penetrasi langsung melalui selaput sel, seperti bakteriofag (virus yang menyerang bakteri) mempunyai alat penetrasi yang dapat menembus selaput sel bakteri (Bos, 1990).

Virus tumbuhan diperlukan dalam konsentrasi tinggi (105 virion) untuk dapat menginfeksi tanaman. Virus hewan hanya memerlukan 10-100 virion dan virus bakteri memerlukan 1-10 virion saja. Hewan dapat membentuk antibodi untuk menghindari infeksi virus. Mekanisme pertahanan seperti ini tidak terjadi pada tumbuhan. Tumbuhan yang sakit akan selalu mengandung virus selama hidupnya, sehingga akan selalu terbawa pada tanaman hasil pembiakan terutama pembiakan vegetatif (Akin, 2006).

Daur infeksi virus tumbuhan dimulai dengan virus masuk ke dalam sitoplasma melalui bantuan vektor atau perlakuan secara mekanis. Virus melepaskan genom virus (asam nukleat DNA atau RNA) dari virion (uncoating) setelah berada dalam sitoplasma sel inang. Asam nukleat virus bergabung dengan perangkap metabolisme inang untuk translasi protein virus. Ekspresi gen virus diperlukan untuk replikasi genom virus dan patogenesis virus. Replikasi genom virus ditujukan untuk sintesis virus baru (DNA atau RNA) (Bos, 1990).

 

B. Tujuan

Tujuan praktikum inokulasi virus tanaman ini adalah memberikan pemahaman Postulat Koch dalam penularan penyakit tanaman yang disebabkan oleh virus tumbuhan. Khusunya mengetahui bagaimana cara penularan virus dari tanaman yang satu ke tanaman yang lain menggunakan metode sap.

 

 

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mortal dan pestle, kertas saring, beaker glass, botol semprotan, silet atau cutter, arang, benang, gunting, milipure, dan tabung reaksi.

Bahan-bahan yang digunakan dalampraktikum ini adalah tanaman leguminosae kacang panjang berumur dua minggu, polybag, beberapa lembar daun kacang panjang yang diduga terinfeksi virus, plastik transparan, akuades steril, kertas label dan kertas saring.

 

B. Metode

  1. Disediakan daun kacang yang terkena penyakit, diamati gejalanya dan didokumentasikan.
  2. Lima daun yang sakit dimasukkan kedalam mortal, kemudian ditambahkan 50 ml akuades lalu digerus menggunakan pestle.
  3. Daun yang digerus disaring dengan menggunakan kertas saring, kemudian disaring lagi dengan milipure sehingga diperoleh ekstrak.
  4. Satu helai daun pada tanaman kacang panjang yang berumur 2 minggu dilukai dengan menggunakan arang sebagai perlakuan, kemudian diinokulasikan cairan ekstrak menggunakan cotton bud.
  5. Daun yang telah diinokulasikan dibungkus menggunakan kantong plastik transparan.
  6. Satu helai daun yang tidak diinokulasikan ekstrak dibungkus juga dengan kantong plastik transparan sebagai kontrol.
  7. Diinkubasi selama  10 hari, kemudian diamati dan dibandingkan gejalanya dengan daun yang dibuat sap.

 

 

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Tabel 1. Data Pengamatan Postulat Koch Rombongan II

Kelompok Sampel Kontrol Perlakuan
1 Daun I (+) Gejala sistemik (bercak-bercak putih)
2 Daun II (+) Gejala sistemik (bercak kekuningan)
3 Daun I (+) Gejala sistemik (klorosis dan bercak kekuningan)
4 Daun II (+) Gejala sistemik (daun bercak kekuningan)
5 Daun I (+) Gejala sistemik (klorosis dan daun bercak putih)
6 Daun II

 

Keterangan: (+) terdapat gejala penyakit; (-) tidak terdapat gejala penyakit


B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum, inokulasi 2 jenis virus yang berbeda pada tanaman kacang panjang yang berbeda menghasilkan 2 gejala yang berbeda pula. Kelompok 1, 3, dan 5 daun pada tanaman kacang panjangnya diinokulasikan virus dengan gejala bercak putih pada daun dan menghasilkan gejala sistemik berupa klorosis dan bercak-bercak berwarna putih, kecuali pada daun kelompok 3 menghasilkan gejala sistemik klorosis dan berwarna kekuningan yang kemungkinan disebabkan oleh adanya kesalahan pada saat inokulasi. Sedangkan kelompok 2,4, dan 6 daun pada tanaman kacang panjangnya diinokulasikan virus dengan gejala bercak kekuningan pada daun menghasilkan gejala sistemik berupa klorosis dan bercak kekuningan, kecuali daun kelompok 6 yang tidak terlihat adanya gejala penyakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Foster et al. (2008), keberhasilan inokulasi secara mekanis tergantung pada konsentrasi virus dalam sap, sumber inokulum, metode penyiapan inokulum, ketahanan virus terhadap sap, dan tanaman inang. Kondisi lingkungan sebelum dan sesudah inokulasi, seperti cahaya dan suhu juga mempengaruhi keberhasilan inokulasi. Daun yang terinfeksi virus umumnya memiliki kenampakan daun yang permukaannya halus, berbercak dan tidak berlubang.

Postulat Koch adalah metode yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya virus yang menginfeksi suatu tumbuhan. Postulat Koch berkembang pada abad ke-19 sebagai panduan umum untuk mengidentifikasi patogen yang dapat diisolasikan dengan teknik tertentu. Walaupun dalam masa Koch, dikenal beberapa penyebab infektif yang memang bertanggung jawab pada suatu penyakit dan tidak memenuhi semua postulatnya. Usaha untuk menjalankan postulat Koch semakin kuat saat mendiagnosis penyakit yang disebabkan virus pada akhir abad ke-19. Masa itu virus belum dapat dilihat atau diisolasi dalam kultur. Hal ini merintangi perkembangan awal dari virologi (Gibbs, 1980).

Adanya kriteria postulat Koch menjadi jalan ditemukannya berbagai mikroorganisme seperti bakteri dan virus penyebab berbagai penyakit dalam waktu yang cukup singkat (kurang dari 30 tahun). Penemuan virus dan bakteri yang dapat menimbulkan berbagai penyakit serta adanya penyakit tertentu yang ditimbulkan oleh lebih dari 1 mikroorganisme memerlukan modifikasi dari postulat Koch. Tahun 1880, Koch memanfaatkan kemajuan metoda laboratorium dan menentukan kriteria yang diperlukan untuk membuktikan bahwa mikroba spesifik merupakan penyebab penyakit tertentu. Kriteria ini dikenal dengan postulat Kochyaitu:

  1. Mikroorganisme tertentu selalu ditemukan berasosiasi dengan penyakit yang ditimbulkan.
  2. Mikroorganisme dapat diisolasi dan ditumbuhkan sebagai biakan murni di laboratorium.
  3. Biakan murni tersebut bila diinjeksikan pada tanaman yang sesuai dapat menimbulkan penyakit.
  4. Mikroorganisme tersebut dapat diisolasi kembali dari tanaman yang telah terinfeksi tersebut (Rudy, 2011).

Mekanisme umum penyebaran virus tanaman ada dua yaitu transmisi horizontal dan transmisi vertikal. Transmisi horizontal yaitu virus tanaman ditularkan sebagai hasil dari sumber eksternal. Virus menembus lapisan luar pelindung tanaman. Tanaman yang telah rusak oleh cuaca, pemangkasan, atau vektor seperti bakteri, jamur dan serangga biasanya lebih rentan terhadap virus. Transmisi horizontal juga terjadi dengan metode buatan tertentu reproduksi vegetatif biasanya dipekerjakan oleh hortikulturis dan petani. Tanaman pemotongan dan penyambungan adalah mode umum yang digunakan virus tanaman dapat ditularkan. Transmisi vertikal yaitu virus ini diwariskan dari induk. Jenis penularan terjadi dalam reproduksi aseksual dan seksual. Dalam metode reproduksi aseksual seperti perbanyakan vegetatif, keturunannya berkembang dari dan secara genetik identik dengan tanaman tunggal. Ketika tanaman baru berkembang dari batang, akar, umbi, dll dari tanaman induk, virus ini diteruskan kepada tanaman berkembang. Pada reproduksi seksual, penularan virus terjadi sebagai akibat dari infeksi benih (Ajuz, 2012).

Penyakit mosaik pada kacang panjang dapat ditularkan melalui vektor yaitu Aphis craccivora, vektor ini banyak ditemukan pada tangkai bunga tanaman kacang-kacangan. A. craccivora dapat menularkan lebih dari 30 virus tanaman secara non persisten. Oleh karena itu, peranan A. craccivora dalam menularkan virus di lapang sangat penting, apalagi kutudaun (A. Craccivora) ada sepanjang tahun. Selain itu, penyakit mosaik dapat ditularkan melalui benih, dan secara mekanis. Penyakit mosaik merupakan penyakit tanaman kacang panjang yang banyak dijumpai dan merupakan salah satu penyakit penting yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas kacang panjang. Beberapa penyakit mosaik diantaranya Bean Common Mosaic Virus (BCMV), Bean Yellow Mosaic Virus (BYMV), Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus (CABMV), ketiga virus ini termasuk ke dalam genus potyvirus (Suryadi, 2007).

Tanaman kacang-kacangan (leguminosae) merupakan tanaman yang sering digunakan untuk uji Postulat Koch. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan tanaman yang relatif cepat sehingga mudah diamati gejala yang ditimbulkan apabila terdapat penyakit yang disebabkan oleh berbagai macam agen penginfeksi. Penyakit yang menyerang pertanaman kacang tanah di Indonesia, pada umumnya adalah penyakit layu bakteri, bercak daun awal, bercak daun lambat, dan karat yang masing-masing disebabkan oleh Ralstonia solanacearum, Cercospora arachidicola, Cercosporidium personatum, dan Puccinia arachidis. Penyakit karat daun Puccinia arachidis merupakan penyakit yang cukup berbahaya pada pertanaman kacang tanah. Puccinia arachidis sendiri merupakan cendawan parasit obligat yang tidak dapat hidup sebagai secara saprofit. Virus yang menyerang kacang-kacangan misalnya PStv dan PmoV yang dapat menimbulkan gejala bilur (blotch) pada kacang tanah (Semangun, 1991).

Kacang panjang merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia, namun produktivitas kacang panjang sangat rendah, yaitu 2-3 ton/ha. Salah satu gangguan penyakit yang penting pada kacang panjang disebabkan oleh infeksi Bean common mosaic virus (BCMV). Penyakit mosaik kacang panjang menyebabkan kerugian sebesar 65.87% dan BCMV dilaporkan sebagai salah satu penyebab mosaik kuning kacang panjang yang menginfeksi secara tunggal ataupun bersama Cucumber mosaic virus (CMV) di Jawa Barat (Kurnianingsih dan Damayanti, 2013). Mosaik menunjukkan adanya warna yang berbeda secara tidak teratur, seperti warna hijau tua yang diselingi dengan hijau muda. Gejala mosaik biasanya didahului oleh pemucatan sepanjang tulang daun (vein clearing) atau akumulasi warna hijau sepanjang tulang daun (vein banding). Contoh pada tanaman tembakau yang terkena TMV. Bercak cincin pada bagian tanaman yang terinfeksi dilingkari garis berbentuk cincin. Selain berupa klorosis atau nekrosis, kadang-kadang gejala tersebut dapat berupa lingkaran terpusat. Contoh pada tanaman paprika yang terkena CMV. Layu (Wilting) akibat nekrosis pada pembuluh tanaman. Contoh tomat yang terinfeksi TSWV. (Akin, 1998). Gejala mosaik lainnya yaitu Mungbean yellow mosaic virus (MYMV) yang khas menghasilkan gejala mosaik kuning. Gejala-gejala muncul dalam bentuk bercak-bercak kecil berwarna kuning, tidak teratur pada sepanjang urat daun, yang membesar sampai daun benar-benar menguning. Tanaman yang sakit terhambat pertumbuhannya, bunga yang lebih sedikit, polong kecil, kadang-kadang layu benih dalam kasus yang parah, dan bagian tanaman lainnya juga menjadi kuning (Sudha et al., 2013).

Gejala secara umum yang ditimbulkan virus tanaman adalah gejala eksternal dan gejala internal. Gejala eksternal merupakan gejala penyakit yang kasatmata, dapat dilihat langsung tanpa bantuan mikroskop. Gejala eksternal diakibatkan oleh infeksi primer pada sel yang diinokulasikan oleh infeksi sekunder akibat penyebaran virus dari situs infeksi primer ke bagian lain dari tanaman inang. Gejala infeksi primer pada daun yang diinokulasi disebut gejala local. Gejala tersebut dapat dibedakan dengan jaringan di sekitarnya yang berbentuk bercak. Gejala internal yaitu perubahan histologi pada bagian tanaman yang terinfeksi virus khususnya daun, daun lembaga, dan cabang tanaman, dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu neksrosis atau kematian sel, hiperplasia atau pertumbuhan sel yang berlebihan, serta hipoplasia atau penurunan pertumbuhan sel (Akin, 2006).

 

 

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

  1. Postulat koch adalah salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi penyakit pada tanaman yang disebabkan oleh virus.
  2. Virus pada tumbuhan disebarkan oleh vektor serangga, tungau, pelukaan mekanis pada daun, biji, dan benang sari.
  3. Tanaman yang terserang virus dapat dikenali dengan adanya bercak berwarna putih atau kekuningan pada daun, serta daun dapat menjadi layu dan mengkerut.

                                                                                                  

B. Saran

Sebaiknya inokulasi virus pada tanaman dilakukan dengan lebih hati-hati agar hasil yang didapat sesuai dengan inokulum yang diinokulasikan.

 

 

DAFTAR REFERENSI

Bagi yang membutuhkan dafren lengkap, silahkan komen dibawah tulisan ini atau tulis alamat email di chatbox. Terimakasih 🙂

SEMOGA BERMANFAAT

 

7 thoughts on “INOKULASI VIRUS TANAMAN

  1. DAFTAR REFERENSI
    Akin, H. M. 2006. Virologi Tumbuhan. Kanisius, Yogyakarta.

    Akin, M. H. 1998. Peanut Stripe Virus Strain Indonesia: Variasi Hayati, Deteksi Molekuler, Pengklonan dan Determinasi Nukleotida 3’ Genom RNA PStV Serta Analisis Keragaman dan Filogenetik Gen CP dan 3’. UTR.” Dalam: Disertasi. PPS-IPB, Bogor.

    Bos, L. 1990. Pengantar Virologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

    Foster, G. D., I. E. Johansen, Y. Hong, P. D. Nagy. 2008. Plant Virology Protocols. Humana Press, Hertz.

    Gibbs, A., and B. Harrison. 1980. Plant Virology: The Principles. Edward Arnold, London.

    Hu, Z., Zhao, H., & Thieme, T. (2013). Modification of non-vector aphid feeding behavior on virus-infected host plant. Journal of Insect Science 13 (4): 1924-1927.

    Kurnianingsih, L., & Damayanti, T. A. (2013). Lima Ekstrak Tumbuhan untuk Menekan Infeksi Bean common mosaic virus pada Tanaman Kacang Panjang.Jurnal Fitopatologi Indonesia 8(6): 155-160.

    Rudy, Gunawan. 2011. Postulat Koch. http://rudy-messenger.blogspot.com/2011/11/postulat-koch.html. Diakses tanggal 2 Mei 2014.

    Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

    Suryadi. 2007. Prosedur Diagnostik Dengan Metode Klasik dan Metode Molekuler. ITB, Bandung.

    Suseno, R. 1990. Diktat Virologi Tumbuhan. IPB, Bogor.

    Suka

Tinggalkan komentar